Setelah sekitar 3 jam perjalanan darat dengan bus ke arah Selatan dari Paris Perancis, sampailah kami di Kota Dijon/Bourgogne/Burgundy. Sebuah kota tua penghasil anggur terbaik di dunia. Disini juga berdiri Bourgogne University, salah satu institusi pendidikan terbaik di Prancis bidang Teknologi Informasi khususnya spesialisasi image processing. Disini kami akan tinggal selama 10 hari untuk kegiatan seminar dan studi banding pengelolan laboratorium komputasi.
Setelah check in terlebih dahulu di hotel Companile, hotel klasik yang terletak tidak jauh dari staisun kereta api. Kami diundang makan malam teman kami yang sedang studi di sana. Kami usulkan cari menu nasi yang tidak jauh beda dengan selera kita Indonesia. Sudah satu minggu sejak dari Belanda kami selalu disuguhi roti dan keju. Teman kami maklum. Maka diajaklah kami ke restoran La Part des Anges, namanya. Rumah makan ini menjaja makanan khas Spanyol: Nasi paela, sejenis nasi kuning yang dicampur dengan beragam makanan laut: udang, cumi, kerang dan bekicot laut. Bagi kami, lidah Indonesia, makanan itu sangat Asia, kaya rempah, gurih dan lezat. Teman kami bergumam. Ini baru namanya makan..hehe
Namun sebagaimana kita tahu, bahwa menjaja makanan tidak melulu perkara rasa. Tapi juga nuansa atau suasana tempat. Rumah makan itu sederhana. Langit-langit agak rendah dan hanya ada dua meja panjang dan empat meja segi empat kecil cukup untuk empat orang. Namun suasana yang ditampilkan sangat tidak lazim, keluar dari paras teoritik arsitektural dan tak dapat kami jangkau pikiran apa di balik kreativitas itu. Bagi benak kami, Indonesia dan budaya Timur, rumah makan ini sangat tidak santun. Dengan cara yang sangat ekstrem underware bekas pakai-beberapa diantaranya sobek-sobek- digantung di seutas tali seperti sedang dijemur melintang tepat di atas meja makan tempat kami makan.
Namun sebagaimana kita tahu, bahwa menjaja makanan tidak melulu perkara rasa. Tapi juga nuansa atau suasana tempat. Rumah makan itu sederhana. Langit-langit agak rendah dan hanya ada dua meja panjang dan empat meja segi empat kecil cukup untuk empat orang. Namun suasana yang ditampilkan sangat tidak lazim, keluar dari paras teoritik arsitektural dan tak dapat kami jangkau pikiran apa di balik kreativitas itu. Bagi benak kami, Indonesia dan budaya Timur, rumah makan ini sangat tidak santun. Dengan cara yang sangat ekstrem underware bekas pakai-beberapa diantaranya sobek-sobek- digantung di seutas tali seperti sedang dijemur melintang tepat di atas meja makan tempat kami makan.

Ketaklaziman berbuah keingintahuan dan jebakan. Maka datang ke rumah makan itu akhirnya bukan untuk sekadar makan tapi lebih dari itu ingin melihat bagaimana pesona the second hand underware …!
Pour notre ami à Dijon: Mas Sunny, Iqbal, Dibyo et Elfitrin. Underware est-elle encore disponible? Vu et commentaire s’il vous plaî…!! (Untuk teman yang di Dijon. Masihkah underware itu tetap tergantung? Kasih kabar ya...!!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar