Di Era Industrialisasi Arsitek tidak lagi menjadi sang pencipta yang mandiri tetapi sekadar perangkai produk-produk yang sudah ada. Dunia kehidupan kita kini banyak disuguhi kabar konflik dan kejahatan dalam banyak cara, Saatnya kita kedepankan kedamaian dan kasih sayang . Arsitektur publik sudah saatnya dibangun melalui proses sayembara agar dihasilkan karya yang kredibel . Teknologi Informasi dan komunikasi sudah sangat berkembang. Saatnya membangun inovasi kreatif untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Jangan terkecoh oleh media sosial yang mengajak pada perpecahan. Selalu sampaikan salam damai dan kasih sayang

Selasa, 22 Juli 2014

Taman Wisata alam dan Religi Suranadi Lombok Barat NTB

Taman Wisata Suranadi terletak di Desa Suranadi, Kecamatan Narmada Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. Taman WWisata Suranadi merupakan taman wisata yang terdiri dari wisata alam hutan dan wisata religi dengan adanya Pura yang merupakan pura perama di daerah Narmada. Beberapa potensi yang dapat dihimpun adalah sebagai berikut:


A. Potensi Sumber Air Suci
Dari sisi kosakatanya, Suranadi berasal dari kata sura yang berarti dewa, dan nadi memiliki arti sungai. Konon, Suranadi juga mengandung arti kahyangan dalam kamus bahasa Jawa Kuno. Berdasarkan legenda Suranadi tumbuh menjadi satu kawasan bermukim sejak kedatangan seorang Bangsa India penyebar agama Hindu: Dang Hyang Nilarta abad ke XIII/XIV untuk mengunjungi Pulau Jawa, Bali dan Lombok dengan berjalan kaki sambil membawa tongkat sakti. Sesampainya di Lombok beliau diiringi rombongannya yang setia.  Sampai di Lingsar beliau dan rombongan istirahat, setelah merasa segar perjalanan diteruskan masuk Suranadi. Saat itu Suranadi masih berupa hutan lebat dipenuhi satwa liar. Melihat kondisi hutan yang masih asri dan sejuk, rombongan istirahat. Dalam istirahat tersebut Beliau menancapkan tongkatnya ke tanah di dalam lima tempat yang berlainan. Ketika togkat dicabut seketika itu pula air menyembur sehingga tempat tersebut menjadi mata air dan sampai kini menjadi tempat masyarakat mengambil air keperluan upacara keagamaan Hindu.

Kelima macam mata air itu dinamakan (1) Mata air toya tabah yang biasanya digunakan untuk pemuput upacara pitra yadnya yang di Bali dikenal sebagai toya penembak, (2) Mata air toya pabersihan sebagai tirta untuk upacara pembersihan sawa (jenazah) sebelum diberikan tirta pangentas, (3) Mata air Toya panglukatan, tirta prayascita untuk pembersihan diri, dipergunakan dalam upacara dewa yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya, (4) Mata air tirta, dipergunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya, (5) Mata air pangentas, diberikan kepada sawa sebelum dikubur atau dibakar. Dekat area tirta pangentas ini terdapat pula sebuah tempat pembuangan air tirta pangentas yang disebut tirta permandian kerbau, yang dipergunakan untuk memerciki/membersihkan hewan yang akan disembelih sebagai sesaji upacara.
Bagi umat Hindu, air sangat disakralkan untuk kegiatan beribadat. Umumnya, diawali dari pembersihan fisik ragawi dengan kegiatan mandi jasmani, sebagai pembersihan bagian yang kasat mata. Dilanjutkan kemudian dengan tahapan awal pembersihan rohani, dimulai dari percikan tirta di jaba tengah pura (depan gerbang) sebelum mulai persembahyangan di jeroan pura. Usai persembahyangan, umat menerima percikan air tirta dari sulinggih atau pendeta, dan meraupnya melalui susunan kedua telapak tangan serta membasuh wajah masing-masing.
Air perlambang kesucian, karena dalam kehidupan sehari-hari air merupakan sebagai sarana pembersih dan pembasuh nan utama. Air kerap menjadi kiasan bagi karakter manusia, seperti sifat tenang, jernih, damai, dan sebagainya. Mata air yang muncul dari perut bumi, sebagai simbol spirit hidup, kebeningan, kesejukan dan kemurnian yang bermakna membebaskan diri dari pencemaran dan “kedekilan”. Sumber mata air menjadi simbol “pelebur” yang luhur pembasmi keletehan, untuk meluhurkan sifat-sifat manusia menjadi lebih manusiawi, menuju pencerahan hati nurani. ari kepercayaan umat Hindu, air dijaga Dewa Wisnu, pemberi kesuburan pelbagai sumber hayati, makhluk hidup maupun tetumbuhan di alam semesta.
Untuk menghormati jasa-jasa Beliau, di Lombok umumnya dan di Lombok Barat khususnya, setiap tahun diadakan upacara agama Hindu Dharma pada waktu bulan purnama sasih kapat (Oktober/Nopember).

B. Potensi Sejarah Religi : Pura
Pura Suranadi merupakan salah satu dari banyak pura yang ada di Lombok Barat. Sebagai sarana aktivitas ritual keagamaan, ia tidak saja dikelilingi oleh alam yang masih lestari — seperti adanya Taman Wisata Alam serta fasilitas penginapannya. Namun, juga memiliki pura-pura yang berpola menyebar, sesuai dengan keberadaan sumber mata air yang terdapat di kawasan setempat. Lokasi pura, terkait dengan keberadaan sumber tersebut. Kendati secara fisik terkesan terpisah (terpencar), tetapi dari segi rangkaian kegiatan ritual merupakan satu kesatuan.
Areal Pura Suranadi yang luas dan asri memiliki 5 (lima) buah mata air yang dikenal dengan nama Panca Tirtha atau Pancaksara. Air tersebut dianggap sakral dan diyakini sebagai syarat kelengkapan di dalam menjalankan upacara keagamaan — untuk keperluan upacara yang dilakukan sehari-hari maupun untuk upacara-upacara lain yang bersifat khusus.
Konon keberadaan Pura Suranadi terkait dengan perjalanan Danghyang Dwijendra, dikenal pula dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh — menuju Sasak (Lombok) untuk kedua kalinya. Di Lombok, beliau dijuluki juga sebagai Pangeran Sangupati. Guna menjaga agar umat Hindu yang ditinggalkan bisa melakukan tertib upacara menurut ajaran agama yang telah ditentukan, lantas beliau dengan “puja mantera”-nya memunculkan pancatirtha (lima macam tirta) di Suranadi.
Selain itu, ada pula versi lain yang menyebutkan, Pura Suranadi dibangun atas gagasan raja Pagesangan bernama AA Nyoman Karang pada 1720 Masehi. Seorang pendeta dari Bali – cucu Danghyang Dwijendra- bernama Pedanda Sakti Abah, dipanggil oleh raja Pagesangan guna melaksanakan panca yadnya, yakni lima macam pengorbanan suci menurut ajaran agama Hindu. Guna kelangsungan kegiatan ritual secara berkelanjutan itulah, dipilih Suranadi sebagai tempatnya.
Di Suranadi terdapat tiga buah kelompok pura. Masing-masing diberi nama sesuai dengan fungsi sumber air yang ada di dalamnya. Pun tiap-tiap pura itu memiliki zona (area) jaba sisi, jaba tengah, jeroan (tri mandala).

Ketiga Pura itu adalah :
1. Pura Ulon/Gaduh
terletak di ujung timur laut, berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam. Di halaman pura ini terdapat mata air petirtan dan panglukatan. Beberapa palinggih dan perlengkapan upacara yang ada di dalamnya adalah (a) padmasana, (b) linggih Batara Gde Lingsar, (c) linggih Batara Bagus Gunung Rinjani, (d) linggih Batara Surya Ngelurah, (e) gedong penyimpenan, (f) padma petirtan, (g) bale pelik/pengaruman, (h) padma penglukatan, (i) bale pamangku, (j) linggih Majapahit, (k) palinggih tirta, (l) kemaliq, (m) bale banten, (n) bale pawedan, (o) bale pererenan/pakemitan, (p) bale gong, dan (q) bale kulkul. Kedua terakhir ini (p dan q) terletak di seberang jalan.

2. Pura Pangentas
terletak beberapa puluh meter dari Pura Ulon, ke arah barat daya. Memasuki pura ini, mesti melalui jalan setapak. Memiliki dua palinggih, pura ini secara fisik memiliki luasan yang terkecil dan paling sederhana di antara ketiga pura yang ada di Suranadi. Memiliki mata air pangentas, mata air tabah/penembak dan tirta mapepada. Pura ini berfungsi sebagai tempat mengambil air untuk upacara pitra yadnya semata, yakni toya tabah dan pangentas. Maka bisa dipahami bahwa di dalamnya tidak banyak dibangun sarana penunjang sebagaimana yang ada pada pura lainnya.

3. Pura Pabersihan
berkedudukan sekitar 300 meter dari Pura Ulon. Di pura ini terdapat hanya satu mata air yakni pabersihan, dengan beberapa macam palinggih dan bangunan pelengkap upacara seperti (a) padmasari, (b) ngelurah, (c) tapasanu, (d) linggih Ida Betara Gde Lingsar, (e) genah Mangku ngastawa, (f) bale banten, (g) bale pawedan, (h) bale pakemitan, dan (i) gedong penyimpenan. Mata air dari pura pabersihan bermuara pada sebuah permandian umum (menempel dengan tembok panyengker pura), di sebelah selatan pura pabersihan.

Kalau ke Suranadi jangan lupa juga mencicipi makanan khas yang sangat terkenal yaitu sate Bulayak.

Tidak ada komentar: