Di Era Industrialisasi Arsitek tidak lagi menjadi sang pencipta yang mandiri tetapi sekadar perangkai produk-produk yang sudah ada. Dunia kehidupan kita kini banyak disuguhi kabar konflik dan kejahatan dalam banyak cara, Saatnya kita kedepankan kedamaian dan kasih sayang . Arsitektur publik sudah saatnya dibangun melalui proses sayembara agar dihasilkan karya yang kredibel . Teknologi Informasi dan komunikasi sudah sangat berkembang. Saatnya membangun inovasi kreatif untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Jangan terkecoh oleh media sosial yang mengajak pada perpecahan. Selalu sampaikan salam damai dan kasih sayang

Kamis, 17 Juli 2014

Arsitektur Jengki

Arsitektur Jengki, satu istilah dalam fragmen sejarah arsitektur Nusantara Pasca kepulangan para arsitek Belanda sekitar tahun 1950-1960. Arsitektur jengki tumbuh dari kreatifitas pemuda Indonesia yang pada umumnya lulusan STM dan pernah magang pada konsultan arsitektur di jaman kolonial dan beberapa mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri. Gaya arsitektur ini oleh sebagaian kalangan dikategorikan berorientasi pada arsitektur yang pada saat itu berkembang di Amerika Selatan. Hal ini dapat dilihat dari trend mobil yang pada masa itu juga banyak didatangkan dari Amerika seperti Impala, dan Capiten. Namun sebagian juga menduga bahwa gaya ini diimpor dari Rusia, yang pada waktu itu sedang gencarnya membangun hubungan mesra antara Indonesia dan Rusia. Dikenal dengan istilah Poros Jakarta -Moskwa.
Salah satu bangunan yang kemudian menegaskan dugaan pengaruh ini adalah bangunan apotik “Sputnik” di Semarang yang dikategorikan sebagai arsitektur jengki. Sputnik adalah satelit pertama didunia yang berhasil diluncurkan ke orbit bumi oleh Rusia pada tanggal 4 oktober 1957.
Ciri dominan arsitektur jengki adalah penggunaan atap pelana dan pemanfaatan beton pada berbagai elemen struktur
bangunan seperti overhange dan kolom dengan variasi bentuk yang dinamis. Fasad bangunan hampir selalu tampil dengan tekstur kasar dan variatif dengan komposisi tidak simetris. Demikian juga banyak ditemui permainan letak jendela dengan ketinggian yang tidak sejajar. Pola permukaan dinding biasanya penuh dengan permainan komposisi bentuk yang ekspresif. Kuat dugaan hal ini terkait dengan kebutuhan pemenuhan eksistensi diri, akibat kebebasan baru yang diperoleh para pemuda ahli bangunan di Indonesia yang sebelumnya di bawah kendali para ahli bangunan Belanda.
Dalam penataan “ruang dalam” juga tampak perubahan dalam orientasi hubungan antar ruang. Pada masa sebelumnya hubungan antar ruang ditata dengan tingkat privasi yang sangat ketat. Ruang keluarga [pemilik] betul-betul terpisah dengan ruang servis [pembantu] baik dari segi sirkulasi maupun visual. Pada arsitektur jengki pengaturan ruang keluarga dan non keluarga lebih terbuka.

Di Madura, arsitektur jengki berkembang di kalangan pedagang tembakau akibat hubungan dagang dengan pengusaha rokok dari kalangan etnik Cina di Surabaya yang pada saat itu sudah banyak menggunakan gaya ini. Gaya arsitektur jengki di Madura kemudian berkembang menjadi simbol keberhasilan dan identitas kekerabatan. Gambar di atas adalah rumah milik H.Hasan Bahri seorang pengusaha tembakau yang tinggal di desa Prenduan Sumenep. Dalam perancangan dan pelaksanaannya dilaksanakan langsung oleh arsitek dan pemborong yang didatangkan dari para perancang di kalangan etnik Cina di Surabaya.
Dalam perkembangannya bentuk ini juga banyak ditiru oleh kalangan pedagang tembakau di desa Prenduan namun dengan modifikasi cara lokal. Pembangunan langsung dikerjakan oleh pekerja-pekerja desa. Misalnya bangunan rumah tinggal milik H.Fathorrahman seperti berikut:

Tidak ada komentar: